Rabu, 31 Oktober 2012

Pesan Orang Tua Sangat Berarti (refererensi hidup)

Beberapa tahun yang lalu,Aku,Regian masih duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar. Badanku kecil,kurus,dan aku adalah anak sulung dari 3 bersaudara. Pada siang hari itu,aku sangat ingin bermain dengan teman-temanku. Tetapi,ibuku tidak mengizinkanku bermain di luar sana. Aku tak tau apa alasannya yang jelas dia tidak mengizinkanku. Mungkin,karena saat kecil menurutnya aku sangat nakal. Bisa saja kan? Dan,benar...aku membantah apa pesan orangtuaku. Aku keluar rumah karena aku tahu ada temanku di luar sana yang sedang bermain bersama-sama. Di luar sana,ada dua orang temanku yang bernama Dipo dan Bisma.
Di siang hari itu,ku lihat mereka sedang bercengkerama bersama dan langsung saja aku hampiri mereka. Tiba-tiba saja,Dipo berkata padaku dan mencemoohku,"Yah,egi kerjaannya di rumah terus lo...anak mami!". Aku yang mendengarnya sangat kesal dan ingin sekali mencemoohnya. Ya,sama seperti apa yang dia lakukan padaku. Tetapi,tebak...apa yang ku lakukan? Aku malah melempar Dipo dengan batu kecil (kerikil). Sayangnya,kerikil itu salah sasaran. Kerikil yang kulempar malah mengenai temanku yang lainnya yang bernama Bisma! Cerobohnya aku!!!
Hem,jika aku sudah biasa menyebut nama Allah pada saat itu,aku pasti akan katakan,"Astagfirullahaladzim..." hanya saja aku masih kecil dan sangat polos jadi pada saat itu aku tidak mengatakannya. Hehehehe...
Temanku Bisma,hanya terdiam. Kalian pasti tau pepatah yang berbunyi,"Diam-diam menghanyutkan." Begitulah Bisma. Tanpa ba-bi-bu dia langsung mengambil batu yang ukurannya tidak sebanding dengan kerikil yang mengenai kakinya. Besar. Aku tidak takut dengan batu itu. Yang kutakutkan hanyalah,"Apa yang akan dia lakukan dengan batu itu?" Aku menunggu. Tentu saja,dia tidak akan tinggal diam dengan memegang batu yang berukuran besar. "Buuuk!!!!!!" Begitulah kurang lebih suara yang dihasilkan oleh batu itu. Tepat sasaran. Pastinya. Bisma tidak sepertiku yang salah sasaran. Bisma mahir dalam melempar. Buktinya saja batu yang tadinya dipegang olehnya sekarang sudah membuat sebuah sobekan kecil di bawah kelopak mata kiriku. Aku berfikirnya itu kecil,karena sekarang aku sudah beranjak dewasa. Aku tidak takut akan darah. Masalahnya adalah,saat kejadian pelemparan batu...aku masih berusia kurang lebih 6tahun. Tak kuasa aku menahan sakit,nyeri dan pedihnya. Lalu, aku menangis karena aku tak tahu harus berbuat apa lagi.  Menjerit sekencang yang aku bisa. Darah yang dihasilkan oleh sobekan itu mengalir ke pipiku. Amis. Merah.  Samar-samar,aku melihat teman-temanku menaiki sepeda mereka dan meninggalkanku yang kesakitan. Mereka pergi dan mengayuh sepeda menjauhi tempat dimana aku berdiri. Aku sangat benci Dipo&Bisma pikirku. Teman macam apa mereka telah membuat sobekan di kulitku? Ini tidak sebanding. Aku salah,memang. Tapi tidak adil rasanya. Aku melemparinya dengan kerikil yang bahkan jika terkena tak akan ada perih atau darahnya. Berbeda dengan Bisma. Dia tidak segan-segan memakai batu yang lebih besar.
Tak lama kemudian setelah aku menangis dan berteriak kesakitan,Mamaku keluar dari rumah. Tentu saja beliau khawatir. Mama bingung dengan apa yang terjadi kepadaku. Mama melihatku memegang pipi dengan tanganku. Beliau bertanya padaku,"Apa yang terjadi?Egi kenapa? Kenapa bisa sampai seperti ini,nak? Coba mama lihat..." Ragu. Ku buka pelan-pelan luka sobekan yang sebelumnya ku tutupi dengan telapak tanganku. Mama yang melihatnya darah mengalir di atas pipi anaknya tidak akan tinggal diam. Mama bertanya padaku siapa yang melakukan ini semua. Aku berkata jujur. Aku tidak berfikiran lagi untuk melindungi apa kesalahan teman-temanku. Kusebatkan nama Bisma.
Setelahnya,Mamaku emotivasiku untuk kuat. Mama menarik tangan dan membawaku ke kediaman Bisma yang rumahnya pun tidak jauh dari rumahku. Ternyata,Bisma tadi tidak pulang ke rumah. Bisma dan Dipo mungkin bersepeda berkeliling kompleks perumahan. Ah,masa bodo. Aku sudah sakit hati.
Mama bercerita kepada orang tua Bisma yang juga sudah cukup akrab dengan Mama. Ayah Bisma bertanya kenapa,siapa dan mengapa dengan apa yang sudah terjadi. Mamaku yang terbawa emosi pada saat itu menghiraukan pertanyaan-pertanyaan itu. Mama menggerutu kepada Ayah Bisma. Mama bercerita bahwa yang telah mengenaiku ini adalah anaknya sendiri dengan melempariku dengan batu. Ayah Bisma tidak tinggal diam. Dia menawariku untuk mengantarku ke rumah sakit atau klinik terdekat. Tidak jauh dari rumah Bisma,ada sebuah ambulance nganggur yang masih berfungsi tentunya. Kebetulan sekali,bukan?
Sebelumnya,kalian yang membaca cerita ini harus tau tentang Phobia. Phobia adalah rasa ketakutan kuat (berlebihan) terhadap suatu benda, situasi, atau kejadian. Waktu aku berumur 6 tahun,aku phobia terhadap Ambulance. Aku berfikir bahwa Ambulance itu berisikan mayat yang akan dikuburkan nantinya. Aku tidak ingin mati. Tapi,tentu semua juga tidak ingin. Hanya saja kematian pasti akan datang dengan sendirinya. Kalian bayangkan saja,aku phobia terhadap Ambulance. Tapi aku harus menaikinya. Karena,satu-satunya kendaraan yang bisa membawaku ke klinik hanyalah Ambulance.
"Mamaaaaaaaaaaaaaaa! Egi tidak ingin mati,Maaaaaaaaaaaaaaa! MAMAAAAAAAAAAAAAA! Aku masih mau hidup,Ma. Egi takuuuuuuuuuuuuut. Egi tidak mau dikubur,Ma!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!" Seperti itulah kronologis peristiwa di dalam ambulance. Aneh. Memalukan jika diingat-ingat. Untungnya saat ,itu hanya phobia kecil. Buktinya,aku tidak takut dengan ambulance sekarang.
Oke,kembali ke cerita. Sesampainya di klinik,aku darahku sudah tercampur dengan air mata. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi lagi nanti. Aku mengikuti kemana jalan suster yang mengarahkan. Mama selalu di sampingku,sampai akhirnya aku masuk ke sebuah ruangan dan aku pingsan. Aku tidak bisa merasakan apapun saat itu. Aku dibius lebih tepatnya.
Jadi,hidup ini bukanlah soal bagaimana kamu bisa bersenang-senang. Tetapi,hidup itu adalah bagaimana kamu bisa mendengar,melaksanakan pesan orang tua untuk kesenanganmu nantinya. Tidak ada satupun orangtua yang menyesatkan anaknya. Tidak ada satupun orangtua yang ingin anaknya sedih,tersakiti apalagi sampai terluka. Hidup memberiku banyak pelajaran. Aku bersyukur telah lahir dan hadir di dunia ini. Aku benar-benar bisa melihat keindahan dunia. Tentu saja ini adalah karunia Allah Swt. Dan aku bahagia sekali bisa berdiri sehat wal'aviat sekarang.
Pesan orangtua bukanlah pesan kuno,ketinggalan jaman atau apalah itu. Itu pesan berarti. Apalagi pesan seorang Mama. Jika saja,orangtua menyuruhmu untuk tidak melakukan yang hal dia perintahkan,turutilah. Kepada siapa lagi kita harus berterimakasih karena lahir di dunia kalau bukan karena orangtua? Orangtua tidak pernah menuntutmu untuk menjadi seorang artis,pembalap,dokter,ataupun pengusaha, Mereka hanya ingin kamu bahagia dan kamu baik-baik saja. Karena,sampai kapanpun juga kasih sayang orangtua tidak akan dapat dibeli sekalipun dengan permata mewah. Ingatlah pesan orangtuamu,kawan! Mereka selalu sayang dan berdoa untukmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar