Manusia dan Penderitaan
Penderitaan berasal dari kata dasar derita. Sementara itu kata derita
merupakan serapan dari bahasa sansekerta, menyerap kata dhra yang
memiliki arti menahan atau menanggun. Jadi dapat diartikan penderitaan
merupakan menanggung sesuatu yang tidak meyenakan. Penderitaaan dapat
muncul secara lahiriah, batiniah atau lahir-batin. Penderitaan secara
lahiriah dapat timbul karena adanya intensitas komkosisi yang mengalami
kekurangan atau berlebihan, seperti akibat kekurangan pangan menjadi
kelaparan, atau akibat makan terlalu banyak menjadi kekenyangan, tidak
dapat dipungkiri keduanya dapat menimbulkan penderitaan. Adapula kondisi
alam yang ekstrem, seperti ketika terik matahari membuat kepanasan,
atau saat kehujanan membuat kedinginan.
Ada pula penderitaan yang secara lahiriah seperti sakit hati karena
dihina, sedih karena kerabat meninggal, putus asa karena tidak lulus
ujian. Atau penyesalan karena tidak melakukan yang diharapkan. Sementara
yang lahir-batin dapat muncul dikarenakan penderitaan pada sisi yang
satu berdampak pada sisi yang lain atau dengan kata lain penderitaan
lahiriah memicu penderitaan batiniah atau sebaliknya. Misal akibat
kehujanan badan menjadi kedinginan namun tidak ada tempat berteduh
akibatnya mendongkol, risau atau menangis. Ada pula karena putus asa
tidak lulus ujian menjadi tidak mau makan dan menimbulkan perut sakit.
Intensitas penderitaan bertingkat-tingkat, dari yang terberat hingga
ringgan. Persepsi pada setiap orang juga berpengaruh menentukan
intensitas penderitaan. Suatu kejadian dianggap penderitaan oleh
seseorang belum tentu dianggap penderitaan bagi orang lain. Dalam artian
suatu permasalahan sederhana yang dibesar-besarkan akan menjadi
penderitaan mendalam apabila disikapi secara reaksioner oleh individu.
Ada pula masalah yang sangat urgen disepelekan juga dapat berakibat
fatal dan menimbulkan kekacauan kemudian terjadi penderitaan.
Manusia tidak dapat mengatakan setiap situasi masalahnya sama,
penderitaanya sama solusinyapun sama. Penderitaan bersifat universal
dapat datang kepada siapapun tidak peduli kaya maupun miskin, tua maupun
muda. Penderitaan dapat muncul kapanpun dan dimanapun. Semisal saat
seminar di siang hari, suasana pengap, ada kipas anginpun masih
kipas-kipas membayangkan ruang ber AC, dan pulang tidur merentangkan
badan di kasur empuk. Atau makan buah segar dan minum air dingin. Namun
pasien rumah sakit di ruang VIP, tidur di kasur empuk ruang ber-AC,
banyak buah segar dan air segar di kulkas, merasa tidak betah dan ingin
cepat pulang. Ada lagi orang yang tidak mempunyai uang merasa menderita
tidak dapat wisata saat liburan, namun ada pula orang yang berpergian
membawa uang banyak tanpa bekal hendak liburan ternyata mobil mogok di
daerah yang jauh dari permukiman, dan saat makan siang tiba, rasa lapar
mulai muncur, ternyata uang tidak dapat menolong dari penderitaan karena
tidak ada barang yang bisa di beli, terlebih muncul rasa gengsi atau
keegoisan penumpang lain menambah penderitaan.
Penderitaan merupakan realita kehidupan manusia di dunia yang tidak
dapat dielakan. Orang yang bahagia juga harus siap menghadapi tantangan
hidup bila tidak yang muncul penderitaan. Dan orang yang menghadapi
cobaan yang bertubi-tubi harus berpengharapan baik akan mendapatkan
kebahagian. Karena penderitaan dapat menjadi energi untuk bangkit
berjuang mendapatkan kebahagian yang lalu maupun yang akan datang.
Akibat penderitaan yang bermacam-macam manusia dapat mengambil hikmah
dari suatu penderitaan yang dialami namun adapula akibat penderitaan
menyebabkan kegelapan dalam kehidupan.
Sehingga penderitaan merupakan hal yang bermanfaat apabila manusia dapat
mengambil hikmah dari penderitaan yang dialami. Adapun orang yang
berlarut-larut dalam penderitaan adalah orang yang rugi karena tidak
melapaskan diri dari penderitaan dan tidak mengambil hikmak dan
pelajaran yang didapat dari penderitaan yang dialami.
Penderitaan juga dapat “menular” dari seseorang kepada orang lain. Misal
empati dari sanak-saudara untuk membantu melepaskan penderitaan. Atau
sekedar simpati dari orang lain untuk mengambil pelajaran dan
perenungan.
Contoh gamblam penderitaan manusia yang dapat diambil hikmahnya
diantaranya tokoh filsafat ekistensialisme Kierkegaard (1813-1855)
seorang filsafat asal Denmark yang sebelum menjadi filsafat besar, sejak
masa kecil banyak mengalami penderitaan. Penderitaan yang menimpanya,
selain melankoli karena ayahnya yang pernah mengutuk Tuhan dan berbuat
dosa melakukan hubungan badan sebelum menikah dengan ibunya, juga
kematian delapan orang anggota keluarganya, termaksud ibunya, selama dua
tahun berturut-turut. Peristiwa ini menimbulkan penderitaan yang
mendalam bagi Soren Kierkegaard, dan ia menafsirkan peristiwa ini
sebagai kutukan Tuhan akibat perbuatan ayahnya. Keadaan demikian,
sebelum Kierkegaard muncul sebagai filsuf, menyebabkan dia mencari jalan
membebaskan diri (kompensasi) dari cengkraman derita dengan jalan
mabuk-mabukan. Karena derita yang tak kunjung padam, Kierkegaard mencoba
mencari “hubungan” dengan Tuhannya, bersamaan dengan keterbukaan hati
ayahnya dari melankoli. Akhirnya ia menemukan dirinya sebagai seorang
filsuf eksistensial yang besar.
Penderitaan Nietzsche (1844-1900), seorang filsuf Prusia, dimulai sejak
kecil, yaitu sering sakit, lemah, serta kematian ayahnya ketika ia masih
kecil. Keadaan ini menyebabkan ia suka menyendiri, membaca dan merenung
diantara kesunyian sehingga ia menjadi filsuf besar.
Lain lagi dengan filsuf Rusia yang bernama Berdijev (1874-1948). Sebelum
dia menjadi filsuf, ibunya sakit-sakitan. Ia menjadi filsuf juga akibat
menyaksikan masyarakatnya yang sangat menderita dan mengalami
ketidakadilan.
Sama halnya dengan filsuf Sartre (1905-1980) yang lahir di Paris,
Perancis. Sejak kecil fisiknya lemah, sensitif, sehingga dia menjadi
cemoohan teman-teman sekolahnya. Penderitaanlah yang menyebabkan ia
belajar keras sehingga menjadi filsuf yang besar.
Masih banyak contoh lainnya yang menunjukkan bahwa penderitaan tidak
selamanya berpengaruh negatif dan merugikan, tetapi dapat merupakan
energi pendorong untuk menciptakan manusia-manusia besar.
Contoh lain ialah penderitaan yang menimpa pemimpin besar umat Islam,
yang terjadi pada diri Nabi Muhammad. Ayahnya wafat sejak Muhammad dua
bulan di dalam kandungan ibunya. Kemudian, pada usia 6 tahun, ibunya
wafat. Dari peristiwa ini dapat dibayangkan penderitaan yang menimpa
Muhammad, sekaligus menjadi saksi sejarah sebelum ia menjadi pemimpin
yang paling berhasil memimpin umatnya (versi Michael Hart dalam Seratus
Tokoh Besar Dunia).
Dalam riwat hidup Bhuda Gautama yang dipahatkan dalam bentuk relief
Candi Borobudur, terlihat adanya penderitbn. Tergambar seorang pangeran
(Sidharta) yang meninggalkan istana yang bergelimangan hata, memilih ke
hutan untuk menjadi biksu dan makan dengan cara megembara di hutan yang
penuh penderitaan.
Riwayat tokoh tokoh besar di Indonesia pun dengan penderitaan. Buya
Hamka mengalami penderitaany hebat pada masa kecil, hingga ia hanya
mengecap sekolah kelas II. Namun ia mampu menjadi orang besar pada
zamanya, berkat perjuangan hidup melawan penderitaan. Contoh lain adalah
Bung Hata yang beberapa kali mengalami pembuangan namun pada akhirnya
ia dapat menjadi pemimpin bangsanya.
Ketika membaca kisah tokoh-tokoh besar tersebut, kita dihadapkan pada
jiwa besar, berani karena benar, rasa tangung-jawab, dan sebagainya. Dan
tidak ditemui jiwa munafik plin-plan, dengki, iri dan sebagainya.
B. Hubungan Manusia dengan Penderitaan
Allah adalah pencipta segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Dialah yang maha kuasa atas segala yang ada isi jagad raya ini. Beliau
menciptakan mahluk yang bernyawa dan tak bernyawa. Allah tetap kekal dan
tak pernah terikat dengan penderitaan.
Mahluk bernyawa memiliki sifat ingin tepenuhi segala hasrat dan
keinginannya. Perlu di pahami mahluk hidup selalu membutuhkan
pembaharuan dalam diri, seperti memerlukan bahan pangan untuk
kelangsungan hidup, membutuh air dan udara. Dan membutuhkan penyegaran
rohani berupa ketenangan. Apa bila tidak terpenuhi manusia akan
mengalami penderitaan. Dan bila sengaja tidak di penuhi manusia telah
melakukang penganiayaan. Namun bila hasrat menjadi patokan untuk selalu
di penuhi akan membawa pada kesesatan yang berujung pada penderitaan
kekal di akhirat.
Manusia sebagai mahluk yang berakal dan berfikir, tidak hanya
menggunakan insting namun juga pemikirannya dan perasaanya. Tidak hanya
naluri namun juga nurani.
Manusia diciptakan sebagai mahluk yang paling mulia namun manusia tidak
dapat berdiri sendiri secara mutlah. Manusia perlu menjaga dirinya dan
selalu mengharapkan perlindungan kepada penciptanya. Manusia kadang kala
mengalami kesusahan dalam penghidupanya, dan terkadang sakit jasmaninya
akibat tidak dapat memenuhi penghidupanya.
Manusia memerlukan rasa aman agar dirinya terhidar dari penyiksaan.
Karena bila tidak dapat memenuhi rasa aman manusia akan mengalami rasa
sakit. Manusia selau berusaha memahami kehendak Allah, karena bila hanya
memenuhi kehendak untuk mencapai hasrat, walau tidak menderita didunia,
namun sikap memenuhi kehendak hanya akan membawa pada pintu-pintu
kesesatan dan membawa pada penyiksaan didalam neraka.
Manusia didunia melakukan kenikmatan berlebihan akan membawa pada
penderitaan dan rasa sakit. Muncul penyakit jasmani juga terkadang
muncul dari penyakit rohani. Manusia mendapat penyiksaan di dunia agar
kembali pada jalan Allah dan menyadari kesalahanya. Namun bila manusia
tidak menyadari malah semakin menjauhkan diri maka akan membawa pada
pederitaan di akhirat.
Banyak yang salah kaprah dalam menyikapi penderitaan. Ada yang menganhap
sebagai menikmati rasa sakit sehingga tidak beranjak dari kesesatan.
Sangat terlihat penderitaan memiliki kaitan dengan kehidupan manusia
berupa siksaan, kemudian rasa sakit, yang terkadang membuat manusia
mengalami kekalutan mental. Apa bila manusia tidak mampu melewati proses
tersebut dengan ketabahan, di akherat kelak dapat menggiring manusia
pada penyiksaan yang pedih di dalam neraka. Adapun akan lebih jelas akan
dibahas sebagai berikut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar